Kisah Putri Tandampalik
Kisah Putri Tandampalik adalah contoh cerita rakyat singkat
yang akan kami ceritakan malam hari ini. Kisah ini mengajarkan kita untuk menerima
suatu musibah dengan lapang dada. Ceritakan dongeng rakyat ini untuk si kecil
malam ini. Selamat mendongeng contoh cerita rakyat singkat yang berasal dari
Sulawesi Selatan ini.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEher3_DEsem8gfnKSgZnUQ-AFXaaD0q8jiZLs1HuiJMsJyg-GFyWT9L1C2hVuX-v8v5g93_3HA5Nx9dhpepZTCTbEndQowuj042iDJ8eZJq-zzvZkuJ1BcFyMtpZWSI3GxkK73lUrGyeVkW/s320/Contoh-Cerita-Rakyat-Singkat-Sulawesi-Selatan.jpg)
Alkisah, pada zaman dahulu kala, di sebuah daerah di Provinsi
Sulawesi Selatan, berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaaan Luwu. Kerajaan
ini dipimpin seorang raja yang dikenal dengan nama Datu Luwu. Ia adalah seorang
raja yang adil, arif dan bijaksana, sehingga rakyatnya hidup makmur dan
sentosa.
Datu Luwu mempunyai seorang putri yang cantik jelita dan
berperangai baik, namanya Putri Tandampalik. Berita kecantikan dan perangai
baiknya tersebar sampai ke berbagai negeri di Sulawesi Selatan.
Pada suatu hari, Raja Bone ingin menikahkan putranya dengan
Putri Tandampalik. Ia pun mengutus beberapa pengawal istana ke Kerajaan Luwu
untuk melamar sang Putri. Sesampainya di istana Luwu, utusan tersebut disambut
dengan ramah oleh Datu Luwu.
Mendengar lamaran yang disampaikan utusan tersebut, Datu Luwu
terdiam sejenak. Ia bingung untuk mengambil keputusan, menerima atau
menolaknya, sebab dalam adat Kerajaan Luwu, seorang gadis Luwu tidak dibenarkan
menikah dengan pemuda dari negeri lain. Akan tetapi, jika lamaran itu ditolak,
ia khawatir akan terjadi perang yang sangat dahsyat antara dua kerajaan,
sehingga membuat rakyat menderita.
Setelah beberapa saat berpikir, Datu Luwu masih kebingungan
untuk memberikan jawaban. “Wahai, Utusan! Perlu kalian ketahui, bahwa di
Kerajaan Luwu ini berlaku sebuah hukum adat, yaitu seorang putri Luwuk tidak
boleh menikah dengan pemuda dari negeri lain. Untuk itu, tolong sampaikan
kepada raja kalian, supaya aku diberi waktu beberapa hari untuk memikirkan
lamarannya tersebut,” ujar Datu Luwu.
Utusan Raja Bone memahami dan mengerti keputusan Datu Luwu.
Mereka pun kembali ke Kerajaan Bone untuk menyampaikan berita tersebut kepada
Raja Bone. Keesokan harinya, tiba-tiba negeri Luwu geger. Putri Tandampalik
terserang penyakit kusta. Sekujur tubuhnya mengeluarkan cairan kental yang
berbau anyir dan sangat menjijikkan. Para tabib istana mengatakan bahwa Putri
Tandampalik terserang penyakit menular yang sangat berbahaya.
Berita tentang musibah yang menimpa sang Putri sudah tersebar
ke seluruh negeri. Rakyat negeri Luwu sangat bersedih atas penyakit yang
diderita oleh sang Putri yang mereka cintai itu. Setelah berpikir dan menimbang
nimbang, Datu Luwu memutuskan untuk mengasingkan putrinya ke suatu tempat yang
jauh. Ia khawatir penyakit putrinya akan menular ke seluruh rakyatnya.
Dengan berat hati, Datu Luwu terpaksa harus berpisah dengan
putri yang sangat dicintainya itu. Berangkatlah sang Putri dengan perahu
bersama beberapa pengawal istana. Sebelum berangkat, Datu Luwu memberikan
sebuah keris pusaka kepada Putri Tandampalik sebagai tanda bahwa ia tidak
pernah melupakan, apalagi membuang anaknya. Setelah mempersiapkan segala
perbekalan yang dibutuhkan, berangkatlah mereka ke suatu daerah yang jauh dari
Kerajaan Luwu. Berbulan-bulan sudah mereka berlayar tanpa arah dan tujuan.
Pada suatu hari, tampaklah bagi mereka sebuah pulau dari
kejauhan.
“Lihat, Than Putri!” seru seorang pengawal sambil menunjuk ke
arah pulau itu.
“Akhirnya, kita pun menemukan pulau,” jawab sang Putri dengan
perasaan lega.
Para pengawal pun semakin cepat mengayuh perahunya mendekati
pulau itu. Tak berapa lama, sampailah mereka di pulau itu. Seorang pengawal
yang lebih dahulu menginjakkan kakinya di pulau itu menemukan buah wajao.
Pengawal itu kemudian memetik beberapa biji buah wajao untuk sang Putri.
“Pulau ini kuberi nama Pulau Wajo,” kata sang Putri saat
menerima buah itu. Sejak saat itu, Putri Tandampalik beserta pengawalnya
memulai kehidupan baru. Mereka hidup dengan penuh kesederhanaan. Meskipun
demikian, mereka tetap bekerja keras penuh dengan semangat dan gembira. Hari
berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, tak terasa satu
tahun sudah mereka berada di tempat itu.
Suatu waktu, Putri Tandampalik duduk di tepi danau yang
terletak di tengah pulau itu. Tiba-tiba seekor kerbau putih menghampiri dan
menjilati kulit sang Putri dengan lembut. Semula, sang Putri hendak
mengusirnya. Tetapi, hewan itu tampak jinak dan terus menjilatinya. Akhirnya,
ia diamkan saja.
Sungguh ajaib! Setelah berkali-kali dijilat oleh kerbau itu,
kulit sang Putri yang mengeluarkan caitan tiba-tiba hilang tanpa bekas. Kulit
sang Putri kembali halus, mulus dan bersih seperti sediakala. Sang Putri
terharu dan bersyukur kepada Tuhan, karena penyakitnya telah sembuh.
la kemudian berpesan kepada para pengawalnya, “Mulai saat
ini, aku minta kalian untuk tidak menyembelih atau memakan kerbau putih yang
ada di pulau ini, karena hewan itu telah menyembuhkan penyakitku.” Permintaan
sang Putri itu langsung dipenuhi oleh seluruh pengawalnya. Hingga kini, kerbau
putih yang ada di Pulau Wajo dibiarkan hidup bebas dan beranak pinak. Kemudian
oleh masyarakat setempat, kerbau putih tersebut disebut sebagai sakkoli.
Pada suatu hari, pulau Wajo kedatangan serombongan pemburu.
Mereka adalah Putra Mahkota Kerajaan Bone yang didampingi oleh Anreguru
Pakanranyeng, Panglima Kerajaan Bone, dan beberapa pengawalnya. Saking asyiknya
berburu, Putra Mahkota Raja Bone tidak sadar kalau ia sudah terpisah dari
rombongannya dan tersesat di hutan.
Malam semakin larut, Putra Mahkota tidak dapat memejamkan
matanya. Suara-suara binatang malam membuatnya terus terjaga dan gelisah. Di
tengah gelapnya malam, tiba-tiba ia melihat seberkas cahaya dari kejauhan.
Semakin lama, pancaran cahaya itu semakin terang. Ia sangat penasaran ingin
mengetahuinya. Ia kemudian memberanikan diri untuk mencari sumber cahaya itu.
Dengan tertatih-tatih, Putra Mahkota berusaha berjalan
mengikuti kaki melangkah menelusuri gelapnya malam. Akhirnya, sampailah ia di
sebuah perkampungan yang ramai dengan rumah-rumah penduduk. Setelah ia memasuki
perkampungan itu, sumber cahaya itu semakin jelas terdapat di sebuah rumah yang
nampak kosong. Dengan melangkah pelan-pelan, Putra Mahkota mendekati dan
memasuki rumah itu. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat seorang gadis yang
cantik sekali bak bidadari sedang menjerang air di dalam rumah itu. Gadis
cantik itu tidak lain adalah Putri Tandampalik.
Pangeran dan sang puteri segera jatuh cinta. Namun, Putra
Mahkota tidak bisa berlama-lama di Pulau Wajo karena ia harus kembali ke
negerinya
untuk menyelesaikan beberapa kewajibannya di Istana Bone. Ia
pun mengajak sang puteri untuk kembali ke istananya. Mereka pun menikah dan
pesta besar segera diadakan.
Datu Luwu dan permasuri sangat gembira mendengar berita baik
tersebut. Mereka segera berangkat untuk menghadiri pesat pernikahan putrinya.
Pesta pernikahan mereka berlangsung sangat meriah. Seluruh keluarga dari dua
Kerajaan Besar di Sulawesi Selatan itu sangat gembira dengan pernikahan
tersebut. Putri Tandampalik dan Putra Mahkota hidup bahagia. Beberapa tahun
kemudian, Putra Mahkota naik tahta. Ia menjadi raja yang arif dan bijaksana
0 Response to "Kisah Putri Tandampalik"
Post a Comment